MAKALAH TEORI-TEORI BELAJAR KONSTRUKTIVISME, HUMANISTIK, REVOLUSI SOSIAL-KULTURAL dan KECERDASAN GANDA

from: WIWIK ROMANSYAH




MAKALAH
TEORI-TEORI BELAJAR
KONSTRUKTIVISME, HUMANISTIK, REVOLUSI
SOSIAL-KULTURAL dan KECERDASAN GANDA

Disusun untuk Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen : Abdul Kadir Jaelani, M.Pd.

unramwarna.jpg






                                                                                                                                                                  

Disusun Oleh:
Kelompok I (Kelas 1/C pagi )
Nama Kelompok:
1.      Nur Azizah Ilhamiah         (E1E015079) à Ketua (085205302796)
2.      Nur Hizryani                      (E1E015081) 
3.      Nurul Hikmah                    (E1E015087)
4.      Soraya Sri Cendani            (E1E015104)
5.      Wina Maulani                     (E1E015113)


UNIVERSITAS MATARAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
2015
PEMBAHASAN
A.    TEORI KONSTRUKTIVISTIK
1.      Pengertian Teori Konstruktivistik
Konstruksi berarti bersifat membangun. Konstruktivisme adalah sebuah teori yang memberikan kebebasan terhadap manusia yang ingin belajar atau mencari kebutuhannya dengan kemampuan untuk menemukan keinginan atau kebutuhannya dengan bantuan fasilitasi orang lain.
Teori konstruktivisme merupakan suatu teori yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget yang menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran, sedangkan akomodasi, adalah menyusun kembali struktur pikiran, karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat (Ruseffendi, 1988:133).
Teori pembelajaran konstruktivisme ini sama halnya dengan model pembelajaran experiental learning, yaitu suatu model dimana, proses belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung. Experiental Learning adalah : proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi pengalaman. Hasil Pengetahuan dari kombinasi menggenggam dan mentransformasikan pengalaman (Kolb, 1984).
Teori Konstruktivistik memandang bahwa belajar adalah mengonstruksi makna atas informasi dan masukan-masukan yang masuk ke dalam otak. Belajar yang bersifat konstruktif ini sering digunakan untuk menggambarkan jenis belajar yang terjadi selama penemuan ilmiah dan pemecahan masalah kreatif di dalam kehidupan sehari-hari. Pada teori ini juga memandang peserta didik sebagai individu yang selalu memeriksa informasi baru yang berlawanan dengan prinsip-prinsip yang telah ada dan merevisi prinsip-prinsip tersebut apabila sudah dianggap tidak dapat digunakan lagi. Hal ini memberikan implikasi bahwa peserta didik harus terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.



2.      Peranan Peserta Didik dan Guru dalam Pembelajaran Konstruktivistik
Tabel 1
Peranan Peserta Didik dan Guru
Dalam Pembelajaran Konstruktivistik
             

3.      Unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik
Berdasarkan hasil analisis Akhmad Sudrajat terhadap sejumlah kriteria dan pendapat sejumlah ahli, Widodo, (2004) menyimpulkan tentang lima unsur penting dalam lingkungan pembelajaran yang konstruktivis, yaitu:
a.       Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa
Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknik-teknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa.
b.      Pengalaman belajar yang autentik dan bermakna
Segala kegiatan yang dilakukan di dalam pembelajaran dirancang sedemikian rupa sehingga bermakna bagi siswa. Oleh karena itu minat, sikap, dan kebutuhan belajar siswa benar-benar dijadikan bahan pertimbangan dalam merancang dan melakukan pembelajaran. Hal ini dapat terlihat dari usaha-usaha untuk mengaitkan pelajaran dengan kehidupan sehari-hari, penggunaan sumber daya dari kehidupan sehari-hari, dan juga penerapan konsep.

c.       Adanya lingkungan sosial yang kondusif
Siswa diberi kesempatan untuk bisa berinteraksi secara produktif dengan sesama siswa maupun dengan guru. Selain itu juga ada kesempatan bagi siswa untuk bekerja dalam berbagai konteks sosial.
d.      Adanya dorongan agar siswa bisa mandiri
Siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Oleh karena itu siswa dilatih dan diberi kesempatan untuk melakukan refleksi dan mengatur kegiatan belajarnya.
e.       Adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
Sains bukan hanya produk (fakta, konsep, prinsip, teori), namun juga mencakup proses dan sikap. Oleh karena itu pembelajaran sains juga harus bisa melatih dan memperkenalkan siswa tentang “kehidupan” ilmuwan.
4.      Strategi-Strategi Belajar Konstruktivistik
Pendekatan belajar Konstruktivistik memiliki beberapa strategi dalam proses belajar. Strategi-strategi belajar (Slavin, 1994) tersebut adalah:
a.       Top-down processing
Dalam pembelajaran Konstruktivistik, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Misalnya, siswa diminta menulis kalimat-kalimat, kemudian dia akan belajar untuk membaca, belajar tentang tata bahasa kalimat-kalimat tersebut dan kemudian bagaimana menulis titik dan komanya.
b.      Cooperative learning
Strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensip konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi. Dalam strategi ini, siswa belajar dalam pasangan-pasangan atau kelompok untuk saling membantu memecahkan problem yang dihadapi.
c.       Generative learning.
Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata. Sehingga dengan menggunakan pendekatan generative learning diharapkan siswa menjadi lebih melakukan proses adaptasi ketika menghadapi stimulus baru. Selain itu, pendekatan ini mengajarkan sebuah metode yang untuk melakukan kegiatan mental saat belajar, seperti membuat pertanyaan, kesimpulan, atau analogi-analogi terhadap apa yang sedang dipelajari.
5.      Implementasi Teori Konstruktivistik Dalam Proses Pembelajaran
Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam proses belajar pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode belajar, seperti penjelasan/ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, bermain peran. Pada teknik penjelasan/ceramah, guru menjelaskan tentang suatu materi pelajaran kepada siswa agar siswa mengetahui apa yang akan dipelajarinya. Pada teknik tanya jawab, sebelum kegiatan inti dalam suatu pembelajaran berlangsung, guru dan siswa dapat melakukan tanya jawab yang berhubungan dengan materi yang akan diajarkan. Hal ini berguna untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi tersebut dengan memanfaatkan pengetahuan awal (dasar) yang dimilikinya.
Pada teknik diskusi, siswa mendiskusikan dengan siswa lainnya dan guru mengenai materi pelajaran tersebut. Metode penugasan merupakan suatu cara dalam proses belajar mengajar dengan jalan memberi tugas kepada siswa. Penggunaan metode ini memerlukan pemberian tugas dengan baik, baik ruang lingkup maupun bahannya. Pelaksanaannya dapat diberikan secara individual maupun kelompok. Metode pemberian tugas ini juga dapat dipergunakan untuk mendukung metode pembelajaran yang lainnya.
6.      Implikasi Teori Belajar Konstruktivisme
Adapun implikasi dari teori belajar konstruktivisme dalam pendidikan anak (Poedjiadi, 1999: 63) adalah sebagai berikut:
a.       tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individuatau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi,
b.      kurikulum dirancang sedemikian rupa sehingga terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi oleh peserta didik. Selain itu, latihan memcahkan masalah seringkali dilakukan melalui belajar kelompok dengan menganalisis masalah dalam kehidupan sehari-hari, dan
c.       peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
B.     TEORI HUMANISTIK
1.      Pengertian Belajar Menurut Teori Humanistik
Menurut teori humanistic belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri . Teori belajar humanistic sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat,teori kepribadian ,dan psikotrapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri.
Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia.Pendekatan ini melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
2.      Pandangan Teori Humanistik
Beberapa pandangan teori humanistic tentang belajar dan pembelajaran adalah sebagaimana dirangkum berikut ini(Sudjana:60-81, Muhibbin Syah Dalam Fathurrohman dan Sutikno, 2007:34) :
a.       Siswa akan mempersepsi pengalaman belajarnya sesuai dengan kebutuhan belajarnya serta meninternalisasikan pengalaman tersebut kedalam dirinya secara aktif. Oleh sebab itu, salah satu peran guru adalah membantu tumbuhnya pengalaman-pengalaman baru yang dirasakan manfaatnya bagi kehidupan siswa dan lingkungannya.
b.      Pendekatan belajar dan pembelajaran teori humanistic adalah berpusat pada siswa atau “leaner centered” yang diterapkan dengan prinsip-prinsip “self determination” dan “self –directions”. Untuk itu pembelajaran dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan sendiri apa yang ingin dipelajari sesuai dengan ketersediaan sumber-sumber belajar. Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
c.       Perilaku adalah perwujudan diri , oleh karena itu belajar dan pembelajaran berfungsi sebagai sarana dan prasarana bagi siswa untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi manusia yang mandiri.
d.      Teori ini menekan pentingnya motivasi dalam diri siswa dalam belajar. Salah satu tokoh yang mengembangkan teori ini yaitu Abraham Maslow mengemukakan hirarki motivasi yang didasarkan pada tingkat dan jenis kebutuhan manusia yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa ama, kebutuhan sosiologis, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
Dalam pelaksanaanya, teori humanistic ini antara lain tampak juga dalam pendekatan belajar yang dikemukankan oleh Ausubel. Pandangannya tentang belajar bermakna atau “Meaningful Learning” yang juga tergolong dalam aliran kognitif ini, mengatakan bahwa belajar merupakan asimilasi bermakna. Materi yang dipelajari diasimilasikan dan dihubungkan dengan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya. Factor motivasi dan pengalaman emosional sangat penting dalam peristiwa belajar , sebab tanpa motivasi dan keinginan dari pihak si belajar, maka tidak akan terjadi asimilasi pengetahuan baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimilikinya. Teori humanistic berpendapat bahwa teori belajar apapun dapat dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan yaitu mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasi diri orang yang belajar , secara optimal.
3.      Tokoh Teori Humanistik

Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara teoritik antara lain adalah: Arthur W.Combs, Abraham Maslow, Bloom dan Krathwohl, Kolb, Honey dan Mumford, Habermas, danCarl Rogers.

a.      Arthur Combs (1912-1999)
Belajar terjadi bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa, merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya. Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidak mampuan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.
Untuk itu guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Perilaku internal membedakan seseorang dari yang lain.
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan menghubungkannya dengan kehidupannya.
Combs memberikan lukisan persepsi dir dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besardan kecil) yang bertitik pusat pada satu. Lingkaran kecil (1) adalah jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
b.      Abraham Maslow
Teori Maslow didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
(1) suatu usaha yang positif untuk berkembang
(2) kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri(self).
Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak.Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi.
c.       Bloom dan Krathwohl
Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
d.       Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu :
·         Pengalaman konkret : pada tahap dini seseorang hanya mampu ikut mengalami suatu kejadian . inilah terjadi tahap awal proses pembelajaran.
·         Pengalaman aktif dan reflektif : siswa lambat laun melakukan pengamatan aktif terhadap kejadian itu, dan mulai berusaha memikirkan serta memahaminya.
·         Konseptualisasi : siswa mulai belajar membuat abstrak atau teori tentang hal yang  pernah diamatinya.
·         Eksperimentasi aktif : siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu autran umum ke situasi yang baru.
e.       Honey dan Mumford
Honey dan Mumford menggolongkan siswa atas empat tipe yaitu :
·         Siswa tipe aktivis : mereka yang suka melibatkan diri pada pengalaman baru,
cenderung berpikir terbuka dan mudah diajak dialog.
·         Siswa tipe reflektor : tipe ini cenderung berhati-hati dalam mengambil langkah. Dalam pengambilan keputusan cenderung konservatif.
·         Siswa tipe teoris : biasanya sangat kritis, suka menganalisis, dan tidak menyukaipendapat yang bersifat subjektif.
·         Siswa tipe pragmatis : menaruh p[erhatian besar pada hal yang bersifat praktis dalamsegala hal, tidak suka bertele-tele membahas aspek teoritis-filosofis.

f.       Habermas
Habermas membagi tipe belajatr menjadi tiga bagian yaitu :
·         Teaching learning (belajar teknik) : siswa belajar berinteraksi dengan alamsekelilingnya.
·         Practical learning (belajar praktis) : siswa belajar berinteraksi dengan orang
   sekelilingnya.
·         Emanciipatory learning (belajar emansipator) : siswa berusaha mencapai suatpemahaman yang sebaik mungkin tentang perubahan kultural dari suatu    lingkungan.
g.      Carl Rogers
Roger membedakan dua ciri belajar, yaitu: (1) belajar yang bermakna dan (2) belajar yang tidak bermakna. Belajar yang bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran dan perasaan peserta didik, dan belajar yang tidak bermakna terjadi jika dalam proses pembelajaran melibatkan aspek pikiran akan tetapi tidak melibatkan aspek perasaan peserta didik.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai sepertimemperlajari mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learningmenunjuk pada pemenuhan kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar
experiential learning mencakup : keterlibatan siswa secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri, dan adanya efek yang membekas pada siswa.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya ialah :
a.       Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
b.      Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c.       Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya         sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d.      Tugas-tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e.       Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f.       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g.      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses belajar itu.
h.      Belajar inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.        Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain merupakan cara kedua yang penting. Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan , norma , disiplin atau etika yang berlaku.
4.      Kelebihan dan Kekurangan Teori Humanistik
a.      Kelebihan
1.      Teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
2.      Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
3.      Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat oranglain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
b.      Kekurangan
1.      Siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar.
2.      Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses
belajar.


C.    TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIOKULTURAL
1.      TEORI BELAJAR PIAGETIAN
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik; yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk perkembangan sistem syaraf. Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap perkembangan tertentu dan umur seseorang. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, ia akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif di dalam struktur kognitifnya.
Proses adaptasi mempunyai  dua bentuk dan terjadinya secara simultan, yaitu asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang telah ada dalam dirinya. Sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru. Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat tahap yaitu, tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional formal.
Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicemati ada beberapa aspek dari teori piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-sosiokultural saat ini (Supratiknya, 2002). Dilihat dari locus of cognitive development atau asal-usul pengetahuan, Piaget cenderung menganut teori psikogenesis. Artinya, pengetahuan berasal dari dalam diri individu. Menurut Piaget, dalam fenomena belajar lingkungan sosial hanya bersifat sekunder, sedangkan faktor utama yang menentukan terjadinya belajar tetap pada individu yang bersangkutan.

2.      TEORI BELAJAR VYGOTSKY
Pandangan yang mampu mengakomodasi sociocultural-revolution dalam teori belajar dan pembelajaran dikemukakan oleh Lev Vygotsky. Ia mengatakan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya. Artinya untuk memahami pikiran seseorang bukan dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otaknya dan pada kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya, dari interaksi sosial yang dilatari oleh sejarah hitupnya (Moll & Greenberg, 1990)
Atas dasar pemikiran Vygotsky, Moll dan Greenberg (dalam Moll,1994) melakukan studi etnografi dan menemukan adanya jaringan-jaringan erat, luas, dan kompleks di dalam dan di antara keluarga-keluarga. Jaringan-jaringan tersebut berkembang atas dasar confianza yang membentuk kondisi sosial sebagai tempat penyebaran dan pertukaran pengetahuan, ketrampilan, dan nilai-nilai sosial budaya.
Menurut Vygotsky, perolehan pengetahuan dan perkembangan kognitif seseorang seturut dengan teori sociogenesis. Dimensi kesadaran sosial bersifat primer, sedangkan dimensi individualnya bersifat derivative atau merupakan turunan dan bersifat sekunder (Palincsar, Wertsch & Tulviste dalam Supratiknya, 2002). Artinya, pengetahuan dan perkembangan kognitif individu berasal dari sumber-sumber sosial di luar dirinya. Hal ini tidak berarti bahwa individu bersifat pasif dalam perkembangan kognitifnya, tetapi Vygotsky juga menekankan pentingnya peran aktif seseorang dalam mengkontruksi pengetahuannya. Maka teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut dengan pendekatan kokonstruktivisme. Maksudnya, perkembangan kognitif seseorang disamping ditentukan oleh individu sendiri secara aktif, juga oleh lingkungan sosial yang aktif pula.
Konsep-konsep penting teori sosiogenesis Vygotsky tentang perkembangan kognitif yang sesuai dengan revolusi-sosikultural dalam teori belajar dan pembelajaran adalah hukum genetic tentang perkembangan (genetic law of development), zona perkembangan proksimal (zona of proximal development)odanomediasi.
a.      Hukum genetik tentang perkembangan (genetic law of development)
Menurut Vygotsky, setiap kemampuan seseorang akan tumbuh dan berkembang melewati dua tahap, yaitu tataran sosial tempat orang-orang membentuk lingkungan sosialnya (dapat dikategorikan sebagai interpsikologis atau intermental), dan tataran psikologis di dalam diri orang yang bersangkutan (dapat dikategorikan sebagai intrapsikologis atau intamental). Pandangan teori ini menempatkan intermental atau lingkungan sosial sebagai faktor primer dan konstitutif terhadap pembentukan pengetahuan serta perkembangan kognitif seseorang.
Dikatakannya bahwa fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi dalam diri seseorang akan muncul dan berasal dari kehidupan sosialnya. Sementara itu fungsi intramental dipandang sebagai derivasi atau keturunan yang tumbuh atau terbentuk melalui penguasaan dan internalisasi terhadap proses-proses sosial tersebut.
Pada mulanya anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial tertentu tanpa memahami maknanya. Pemaknaan atau konstruksi pengetahuan baru muncul atau terjadi melalui proses internalisasi. Namun internalisasi yang dimaksud Vygotsky bersifat transformatif, yaitu mampu memunculkan perubahan dan perkembangan yang tidak sekedar berupa transfer atau pengalihan. Maka belajar dan berkembang merupakan satu kesatuan dan saling menentukan.

b.      Zona perkembangan proksimal (zone of proximal development)
Menurut Vygotsky, perkembangan kemampuan seseorang dapat dibedakan ke dalam dua tingkat, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembanga aktual tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas atau memecahkan masalah secara mandiri. Ini disebut sebagai kemampuan intramental. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan seseorang untuk menyelesaikan tugas-tugas dan memecahkan masalah ketika di bawah bimbingan orang dewasa atau ketika berkolaborasi dengan teman sebaya yang lebih kompeten. Ini disebut sebagai kemampuan intermental.
Zona perkembangan proksimal diartikan sebagai fungsi-fungsi atau kemampuan-kemampuan yang belum matang yang masih berada pada proses pematangan. Untuk menafsirkan konsep zona perkembangan proksimal ini dengan menggunakan scaffolding interpretation, yaitu memandang zona perkembangan proksimal sebagai perancah, sejenis wilayah penyangga atau batu loncatan untuk mencapai taraf perkembangan yang semakin tinggi.
Gagasan Vygotsky tentang zona perkembangan proksimal ini mendasari perkembangan teori belajar dan pembelajaran untuk meningkatkan kualitas dan mengoptimalkan perkembangan kognitif anak. Beberapa konsep kunci yang perlu dicatat adalah bahwa perkembangan dan belajar bersifat interdependen atau saling terikat, perkembangan kemampuan seseorang bersifat context dependent atau tidak dapat dipisahkan dari konteks sosial, dan sebagai bentuk fundamental dalam belajar adalah partisipasi dalam kegiatan sosial.



c.        Mediasi
Menurut Vygotsky, kunci utama untuk memahami proses-proses sosial dan psikologis adalah tanda-tanda atau lambing-lambang yang berfungsi sebagai mediator. Tanda-tanda atau lambing-lambang tersebut merupakan produk dari lingkungan sosio-kultural di mana seseorang berada.
Ada dua jenis mediasi, yaitu mediasi metakognitif dan mediasi kognitif (Supratiknya, 2002). Mediasi metakognitf adalah penggunaan alat-alat semiotic yang bertujuan untuk melakukan self-regulation atau regulasi diri, meliputi self-planning, self-monitoring, self-checking dan self-evaluating. Mediasi metakognit ini berkembang dalam komunikasi antar pribadi.
Mediasi kognitif adalah penggunaan alat-alat kognitif untuk memecahkan masalah yang berkaiatan dengan pengetahuan tertentu atau subject-domain problem. Mediasi kognitif bisa berkaiatan dengan konsep spontan (yang bisa salah) dan knsep ilmiah (yang lebih terjamin kebenarannya).

3.      APLIKASI TEORI BELAJAR REVOLUSI-SOSIOKULTURAL dalam PEMBELAJARAN
Gagasan Vygotsky mengenai reconstruction of knowledge in social setting bila diterapkan dalam konteks pembelajaran, guru perlu memperhatikan hal-hal berikut. Pada setiap perencanaan dan implementasi pembelajaran perhatian guru harus dipusatkan kepada kelompok anak yang tidak dapat memecahkan masalah belajar sendiri, yaitu mereka yang hanya dapat solve problem with help. Guru perlu menyediakan berbagai jenis dan tingkatan bantuan yang dapat menfasilitasi anak agar mereka dapat memecahkan permasalahan yang dihadapi. Dalam kosa kata Psikologi kognitif, bantuan-bantuan ini dikenal sebagai cognitive scaffolding. Bantuan-bantuan tersebut dapat dalam bentuk pemberian contoh-contoh, petunjuk atau pedoman mengerjakan, bagan/alur, langkah-langkah atau prosedur melakukan tugas, pemberian balikan dan sebagiannya.





D.    TEORI KECERDASAN GANDA
1.      Konsep Teori Kecerdasan Ganda
Howard  Gardner memperkenalkan sekaligus mempromosikan hasil penelitian Project Zero di Amerika yang berkaitan dengan kecerdasan ganda (multiple intelligences). Teorinya menghilangkan anggapan yang ada selama ini tentang kercerdasan manusia. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan yang selama ini dianggap ada 7 macam kecerdasan, dan pada buku yang mutakhir ditambahkan lagi 3 macam kecerdasan. Semua kecerdasan ini bekerja sama sebagai satu kesatuan yang utuh dan terpadu. Komposisi keterpaduannya tentu saja berbeda-beda pada masing-masing orang dan pada masing-masing budaya. Namun secara keseluruhan semua kecerdasan tersebut dapat diubah dan ditingkatkan. Kecerdasan yang paling menonjol akan mengontrol kecerdasan-kecerdasan lainnya dalam memecahkan masalah.
Bedasarkan pada teori Gardner, David G. Lazear memberikan petunjuk untuk mengubah dan meningkatkan kecerdasan-kecerdasan tersebut lengkap dengan instrumentasinya dalam pembelajaran. Ia mengembangkan proses pembelajaran dikelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan harapan dapat digunakan anak diluar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan.
Pokok-pokok pikiran yang dikemukakan Gardner adalah :
1.      Manusia mempunyai kemampuan meningkatkan dan memperkuat kecerdasannya.
2.      Kecerdasan selain dapat berubah dapat pula diajarkan kepada orang lain.
3.      Kecerdasan merupakan realitas majemuk yang muncul dibagian-bagian yang berbeda pada sistem otak atau pikiran manusia.
4.      Pada tingkat tertentu, kecerdasan ini merupakan suatu kesatuan yang utuh. Artinya, dalam memecahka masalah atau tugas tertentu, seluruh kecerdasan manusia bekerja bersama-sama kompak dan terpadu.
Kecerdasan yang terkuat cendrung “memimpin”/”melatih” kecerdasan yang lainnya yang lebih lemah. Dikatakan juga bahwa manusia mempunyai berbagai cara untuk mendekati suatu masalah dan hampir semuanya dipelajari secara alami.
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibuuhkan di dalam latar budaya tertentu. Rentang masalah atau sesuatu yang dihasilkan mulaidari yang sederhana sampai yang kompleks. Dikatakan mulai dari upaya mengakhiri cerita, menentukan langkah-langkah permainan catur, menambal selimut yang robek, sampai menghasilkan teori-teori , komposisi musik dan politik. Seseorang dikatakan cerdas bila ia dapat memecahkan masalah yang dihadapi dalam hidupnya dan mampu menghasilkan sesuatu yang berharga/ berguna bagi umat manusia.
Penelitian Gardner mengidentifikasi ada 8 macam kecerdasan manusia dalam memahami dunia nyata, kemudian diikuti oleh tokoh-tokoh lain dengan menambahkan dua kecerdasan lagi, sehingga menjadi 10 macam kecerdasan. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat kesepuluh kecerdasan tersebut, yaitu :


a.       Kecerdasan verbal/bahasa (verbal linguistic intelligence).
Kecerdasan ini bertanggung jawab terhadap semua hal tentang bahasa, puisi, humor, cerita, tata bahasa, berpikir simbolik, adalah ekspresi dari kecerdasan ini. Kecerdasan ini dapat diperkuat dengan kegiatan-kegiatan berbahasa baik lisan maupun tertulis.
b.      Kecerdasan logika/ matematik (logical mathematical intelligence).
Kecerdasan logika/matematik sering disebut berfikir ilmiah, termasuk berfikir deduktif dan induktif. Kecerdasan ini diaktifkan bila seseorang menhadapi masalah atau tantangan baru dan berusaha menyelesaikannya.
c.       Kecerdasan visual/ruang (visual spatial intelligence).
Kecerdasan visual berkaitan dengan misalnya seni rupa, navigasi, kemampuan pandang ruang, arsitektur, permainan catur. Kuncinya adalah kemampuan indra pandang dan berimajinasi. Cerita khayal pada masa kecil seperti menghayal, mimpi terbang, mempunyai kekuatan ajaib, sebagai pahlawan, sangat erat dengan perkembangan kecerdasan ini.
d.      Kecerdasan tubuh/gerak tubuh (body/kinesthetic intelligence)
Kecerdasan tubuh mengendalikan kegiatan tubuh untuk menyatakan perasaan. Menari, permainan olah raga, badut, pantomim, mengetik, dan lain-lain, merupakan bentuk-bentuk ekspresi dari kecerdasan ini. Tubuh manusia mengetahui benar hal-hal yang tidak diketahui oleh pikiran. Gerakan tubuh untuk dapat memahami dan berkomunikasi, dan tidak jarang dapat menyentuh sisi jiwa manusia yang paling dalam.
e.       Kecerdasan musikal/ritmik (musical/rhytmic intelligence).
Kecerdasan ritmik melibatkan kemampuan manusia untk mengenali dan menggunakan ritme dan nada, serta kepekaan terhadap bunyi-bunyian di lingkungan sekitar suara manusia. Dari semua kecerdasan di atas, perubahan kesadaran manusia banyak disebabkan oleh musik dan ritme. Musik dapat menenangkan pikiran, memacu kembali aktivitas, memperkuat semangat nasional, dan dapat meningkatkan keimanan serta sara syukur.
f.       Kecerdasan interpersonal (interpersonal intelligence).
Kecerdasan interpersonal berhubungan dengan kemampuan bekerja sama dan berkomunikasi baik verbal maupun non verbal dengan orang lain. Mampu mengenali perbedan perasaan, temperamen, maupun motivasi orang lain. Pada tingkat yang lebih tinggi, kecerdasan ini dapat membaca konteks kehidupan orang lain, kecenderungannya, dan kemungkinan keputusan yang akan diambil. Kecerdasan ini tampak pada para profesional seperti konselor, guru, teraphis, politisi, pemuka agama.
g.      Kecerdasan intrapersonal (intrapersonal intelligence).
Kecerdasan intrapersonal mengendalikan pemahaman terhadap aspek internal diri seperti, prasaan, proses berfikir, refleksi diri, intuisi, dan spiritual. Identitas diri dan kemampuan mentransendenkan diri merupakan bagian/bidang kecerdasan ini. Menurut Gardner, kecerdasan ini merupakan jenis yang paling individual sifatnya, dan untuk menggunakannya diperlukan semua kecerdasan yang lain. Tiga kecerdasan lagi yang muncul kemudian adalah :
h.      Kecerdasan naturalis (naturalistic intelligence).
Kecerdasan naturalis banyak dimiliki oleh pakar lingkungan seorang penduduk di daerah pedalaman dapat mengenali tanda-tanda akan terjadi perubhan lingkungan, misalnya dengan melihat gejala-gejala alam. Dengan melihat rumput/daun yang patah, ia dapat memastikan siapa yang baru saja melintas.
i.        Kecerdasan spiritual (spiritualist intelligence).
Kecerdasan spiritual banyak dimiliki oleh para rohaniwan. Kecerdasan ini berkaitan dengan bagaimana manusia berhubungan dengan tuhannya. Kecerdasan ini dapat dikembangkan pada setiap orang melalui pendidikan agama, kontemplasi kepercayaan, dan refleksi teologis.
j.        Kecerdasan eksistensial (exsistensialist intelligence).
Kecerdasan eksistensial banyak dijumpai pada para filusuf. Mereka mampu menyadari dan menghayati dengan benar keberadaan dirinya didunia ini dan apa tujuan hidupnya. Memalui kontemplasi dan refleksi diri kecerdasan ini dapat berkembang.

Pada dasarnya semua orang memiliki semua kecerdasan di atas, namun tentu saja tidak semuanya berkembang atau dikembangkan pada tingkat yang sama, sehingga tidak dapat digunakan secara efektif. Pada umumnya satu kecerdasan lebih menonjol/kuat dari pada yang lain. Tetapi tidak berarti bahwa hal itu bersifat permanen/tetap. Di dalam diri manusia tersedia kemampuan untuk mengaktifkan semua kecerdasan tersebut. Teori Gardner ini memang masih memerlukan penelitian lebih lanjut khususnya tentang strategi pengukuran untuk masing-masing jenis kecerdasan, serta apakah macam-macam kecerdasan yang ada adalah sejumlah yang telah diuraikan di atas atau masih bisa bertambah lagi.
2.      Strategi Dasar Pembelajaran Kecerdasan Ganda
Ada beberapa strategi dasar dalam kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan kecerdasan ganda, yaitu :
·         Awakening intelligence (Activating the senses and turning on the brain). Membangunkan/memicu kecerdasan, yaitu upaya untuk mengaktifkan indera dan menghidupkan kerja otak.
·         Amplifying intelligence (exercise & strengthening awakened capacities). Memperkuat kecerdasan, yaitu dengan cara memberi latihan dan memperkuat kemampuan membangunkan kecerdasan.
·         Teaching for/with intelligence (structuring lessons for multiple intelligences). Mengajarkan dengan/untuk kecerdasan, yaitu upaya-upaya mengembangkan struktur pelajaran yang mengacu pada penggunaan kecerdasan ganda.
·         Transferring intelligence (Multiple ways of knowing beyond the classroom). Mentransfer kecerdasan, yaitu usaha untuk memanfaatkan berbagai cara yang telah dilatihkan dikelas untuk memahami realitas diluar kelas atau pada lingkungan nyata.
Di dalam bukunya yang berjudul “Seven ways of knowing teaching for multiple intelligences” Lazear secara lengkap menjelaskan secara pengolahan masing-masing kecerdasan dengan urutan seperti pada strategi dasar di atas, lengkap dengan tujuan dan proses teori dan penjelasan bagian otak yang berkaitan dengan kerja kecerdasan masing-masing.
3.      Mengembangkan Kecerdasan Ganda dalam Kegiatan Pembelajaran
Kecerdasan ganda sebenarnya merupakan teori yang bersifat filosofi. Hal ini tampak pada sikapnya belajar dan andangannya terhadap pendidikan atau pembelajaran. Pendidikan/pembelajaran ditinjau dari sudut pandang kecerdasan ganda lebih mengarah kepada hakekat dari pendidikan itu sendiri, yaitu yang secara langsung berhubungan dengan eksistensi, kebenaran, dan pengetahuan. Gambarannya tentang pendidikan diwarnai oleh semangat dewey yang mendasarkan diri pada pendidikan yang bersifat progresif.
Kategori-kategori yang banyak digunakan orang selama ini adalah kategori musik, pengamatan ruang, dan body-kinestetik (Amstrong, 1994). Adalah hal yang baru ketika Gardner memasukan kategori-kategori itu semua ke dalam pengertian kecerdasan dan bukannya talenta atau bakat. Gardner menyadari bahwa banyak orang telah terbiasa mengatakan atau mendengar ungkapan seperti “Ia tidak begitu cerdas, tetapi ia memiliki bakat musik yang sangat hebat”. Sebagaimana orang-orang mengatakan bahwa sesuatu adalah bakat, oleh Gardner bakat-bakat atau kategori-kategori tersebut dikatakan sebagai kecerdasan.
Untuk memberi dasar terhadap teori yang dikemukakannya, Gardner merancang dasar-dasar “tes” tertentu, dimana setiap kecerdasan harus dipertimbangkan sebagai inteligensi yang terlatih dan memiliki banyak pengalaman, yang tidak disebut sebagai talenta atau bakat. Hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam teori kecerdasan ganda yaitu :
·         Setiap orang memiliki semua kecerdasan-kecerdasan itu.
·         Banyak orang dapat mengembangkan masing-masing kecerdasannya sampai ketingkat yang optimal.
·         Kecerdasan biasanya bekerja bersama-sama dengan cara yang unik.
·         Ada banyak cara untuk menjadi cerdas.
Para pakar terdahulu mengatakan bahwa pikiran dipertimbangkan sebagai sesuatu yang ada pada jantung, hati dan batu ginjal. Pakar berikutnya beranggapan bahwa kecerdasan atau inteligensi terdiri dari beberapa faktor. Teori kecerdasan ganda merupakan model kognitif yang menjelaskan bagaimana individu-individu menggunakan kecerdasannya untuk memecahkan masalah dan bagaimana hasilnya. Tidak seperti model-model lain yang berorientasi proses, pendekatan Gardner lebih berorientasi pada bagaimana pikiran manusia mengoperasi atau mengolah, menggunakan, menguasai lingkungan
Pengalaman-pengalaman yang menyenangkan ketika belajar akan manjadi aktivator bagi perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya. Sedangkan pengalaman-pengalaman yang menakutkan, memalukan, menyebabkan marah, dan pengalaman emosinegatif  lainnya akan menghambat perkembangan kecerdasan pada tahap perkembangan berikutnya.
Apabila ingin mengetahui arah kecerdasan siswa dikelas, dapat diketahui melalui indikator-indikator tertentu. Misalnya, apa yang dikerjakan siswa kitika mereka mempunyai waktu luang. Setiap guru dapat menggunakan catatan-catatan kecil praktis yang dapat digunakan untuk memantau kecenderungan perkembangan kecerdasan siswa di kelas. Guru juga dapat menyususn cheklist yang berisi tentang kecerdasan-kecerdasan tersebut. Cheklist dapat digunakan yaitu mengumpulkan dokumen berupa foto, rekaman-rekaman lain yang berhubungan dengan aktivitas siswa, dan catatan-catatan di sekolah yang berhubungan dengan peringkat nilai semua mata pelajaran.
Kegiatan-kegiatan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kecerdasan ganda antara lain, dengan menyediakan hari-hari karir, studi, tour, biografi, pembelajaran terprogram, kegiatan-kegiatan eksperimen, majalah dinding, papan display, membaca buku-buku yang bertujuan untuk mengembangkan kecerdasan ganda, membuat tabel perkembangan kecerdasan ganda, atau human intelligence hunt.
Setiap siswa memiliki perbedaan kecenderungan dalam perkembangan kecerdasan gandanya, maka guru perlu menggunakan strategi umum maupun khusus dalam pembelajaran untuk mengembangkan seluruh kecerdasan siswa secara optimal. Teori kecerdasan ganda juga mengatakan bahwa tidak ada satupun pendkatan atau strategi yang cocok digunakan bagi semua siswa. Dalam hal pengukuran kecerdasan ganda lebih mengutamakan pada studi dokumentasi dan proses pemecahan masalah. Apabila kegiata di atas dapat dilakukan maka keterampilan kognitif siswapun dapat berkembang dengan sendirinya.
Ada satu alternatif lain yang juga dapat digunakan dalam rangka memantau perkembangan kecerdasan siswa dikelas, yaitu dengan memberdayaka siswa sendiri. Artinya, cheklist yang mencakup kecerdasan-kecerdasan tadi yang mengisi bukannya guru, tetapi pengisian dilakukan oleh para siswa. Kegiatan di kelas pada saat-saat tertentu adalah pengisian cheklist tentang kecerdasan-kecerdasan masing-masing anak. Mereka saling memberikan penilaian antar teman. Misalnya Ali melakukan pengamatan terhadap Budi, dan bedasarkan pengamatannya Ali mengisi cheklist tantang kecerdasan-kecerdasan apa yang dilakukan oleh budi. Demikian juga Budi melakukan hal yang sama seperti Ali pada anak lainnya, demikian seterusnya. Selain anak diberi kesempatan untuk menilai kecerdasan temannya, ia juga diberi kesempatan untuk self-monitoring, dengan cara mengisi cheklist tentang kecerdasan-kecerdasan yang dimilikinya sendiri.
Perkembangan kecerdasan juga dapat dilakukan dengan teknik “konseling sebaya”/”tutor sebaya”. Caranya, guru menyeleksi siapakah yang memiliki keunggulan dibidang tertentu. Anak yang memiliki keunggulan dibidang matematika misalnya, diminta membimbing teman-temannya yang kurang dalam matematika. Demikian juga untuk untuk bidang-bidang kecerdasan lainnya. Pembimbing didalam kelompok dapat bergantian tergantung pada kecerdasan apa yang akan dikembangkan. Misalnya, susi akan menjadi pembimbing untuk kecerdasan musik, tetapi ia akan dibimbing oleh teman lainnya dalam kecerdasan matematika, dan seterusnya.
Pendidikan/pembelajaran kecerdasan ganda berorientasi pada pengembangan potensi anak bukan berorientasi pada idealisme guru atau orang tua apalagi ideologi politik. Anak berkembang agar mampu membuat penilaian dan keputusan sendiri secara tepat, bertanggung jawab, percaya diri dan mandiri tidak bergantung pada orang lain, kreatif, mampu berkolaborasi, serta dapat membedakan nama yang baik dan tidak baik. Keterampilan-keterampilan ini sangat dibutuhkan oleh manusia-manusia yang hidup di era ekonomi informasi abad global. 


RANGKUMAN TEORI KONTRUKTIVISTIK, HUMANISTIK, REVOLUSI SOSIO-KULTURAL, dan KECERDASAN GANDA

1.      Teori Konstruktivistik
·         Teori konstruktivisme merupakan suatu teori yang dikembangkan dari teori belajar kognitif Piaget yang menegaskan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak melalui asimilasi dan akomodasi. Asimilasi adalah penyerapan informasi baru dalam pikiran, sedangkan akomodasi, adalah menyusun kembali struktur pikiran, karena adanya informasi baru, sehingga informasi tersebut mempunyai tempat.
·         Peranan Peserta Didik yang paling ditekankan pada Pembelajaran Konstruktivistik setelah distimulus guru adalah berinisiatif mengemukakan masalah dan pokok pikiran, kemudian menganalisis dan menjawabnya.
·         Unsur-unsur Penting dalam Lingkungan Pembelajaran Konstruktivistik yaitu: Memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa, pengalaman belajar yang autentik dan bermakna, adanya lingkungan sosial yang kondusif, adanya dorongan agar siswa bisa mandiri, siswa didorong untuk bisa bertanggung jawab terhadap proses belajarnya. Dan adanya usaha untuk mengenalkan siswa tentang dunia ilmiah.
·         Strategi-Strategi Belajar Konstruktivistik ada 3 : Top-down processing yaitu, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan. Cooperative learning yaitu, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensip konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa yang lain tentang problem yang dihadapi. Generative learning yaitu Strategi ini menekankan pada adanya integrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skemata.
·         Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam proses belajar pembelajaran dapat menggunakan beberapa metode belajar, seperti penjelasan/ceramah, tanya jawab, diskusi, penugasan, bermain peran.
·         Implikasi dari teori belajar konstruktivisme yaitu tujuan pendidikan menurut teori belajar konstruktivisme adalah menghasilkan individuatau anak yang memiliki kemampuan berfikir untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi, kurikulum dirancang supaya terjadi situasi yang memungkinkan pengetahuan dan keterampilan dapat dikonstruksi peserta didik. peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapat menemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya. Guru hanyalah berfungsi sebagai mediator, fasilitor, dan teman yang membuat situasi yang kondusif untuk terjadinya konstruksi pengetahuan pada diri peserta didik.
2.      Teori Humanistik
·         Menurut teori humanistic belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri . Teori belajar humanistic sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang kajian filsafat,teori kepribadian ,dan psikotrapi, dari pada bidang kajian psikologi belajar. Teori humanistic sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar itu sendiri.
·         Pandangan Teori Humanistik adalah siswa akan mempersepsi pengalaman belajarnya sesuai dengan kebutuhan belajarnya serta meninternalisasikan pengalaman tersebut kedalam dirinya secara aktif. Oleh sebab itu, salah satu peran guru adalah membantu tumbuhnya pengalaman-pengalaman baru yang dirasakan manfaatnya bagi kehidupan siswa dan lingkungannya.
·         Pendekatan belajar dan pembelajaran teori humanistic adalah berpusat pada siswa atau “leaner centered” yang diterapkan dengan prinsip-prinsip “self determination” dan “self –directions”. Untuk itu pembelajaran dilakukan dengan memberikan kebebasan kepada siswa untuk menentukan sendiri apa yang ingin dipelajari sesuai dengan ketersediaan sumber-sumber belajar. Dalam konteks ini guru lebih banyak berperan sebagai fasilitator.
·         Perilaku adalah perwujudan diri , oleh karena itu belajar dan pembelajaran berfungsi sebagai sarana dan prasarana bagi siswa untuk mengembangkan dirinya sendiri menjadi manusia yang mandiri.
·         Teori ini menekan pentingnya motivasi dalam diri siswa dalam belajar. Salah satu tokoh yang mengembangkan teori ini yaitu Abraham Maslow mengemukakan hirarki motivasi yang didasarkan pada tingkat dan jenis kebutuhan manusia yaitu; kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan rasa ama, kebutuhan sosiologis, kebutuhan akan harga diri, dan kebutuhan aktualisasi diri.
·         Arthur Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi pelajaran itu.
·         Abraham Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat hirarkis.
·         Bloom dan Krathwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai oleh siswa tercakup dalam tiga kawasan yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
·         Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap yaitu :Pengalaman konkret, Pengalaman aktif dan reflektif, Konseptualisasi, dan Eksperimentasi aktif.
·         Honey dan Mumford menggolongkan siswa atas empat tipe yaitu : tipe aktivis , tipe reflector, tipe teoris , dan tipe pragmatis.
·         Habermas tipe belajatr menjadi tiga bagian yaitu belajar teknik, belajar praktis, belajar emancipator.
·         Carl Rogers membedakan dua ciri belajar, yaitu belajar yang bermakna dan belajar yang tidak bermakna.
·         Kelebihan teori ini cocok untuk diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, tidak terikat oleh pendapat oranglain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggung jawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
·         Kekurangan teori ini, siswa yang tidak mau memahami potensi dirinya akan ketinggalan dalam proses belajar. Siswa yang tidak aktif dan malas belajar akan merugikan diri sendiri dalam proses belajar.
3.      Teori Revolusi Sosio-kultural
·         Pandangan yang dianggap lebih mampu mengakomodasi tuntutan sociocultural-revolution adalah teori belajar yang dikembangkan oleh Vygotsky. Dikemukakan bahwa peningkatan fungsi-fungsi mental seseorang terutama berasal dari kehidupan sosial atau kelompoknya, dan bukan sekedar dari individu itu sendiri. Teori Vygotsky sebenarnya lebih tepat disebut sebagai pendekatan ko-konstruktivisme. Konsep-konsep penting dalam teorinya yaitu genetic law of development, zona of proximal development, dan mediasi,  mampu membuktikan bahwa jalan pikiran seseorang harus dimengerti dari latar sosial-budaya dan sejarahnya.
4.      Teori Kecerdasan Ganda
Hasil penelitian Gardner menunjukan bahwa tidak ada satuan kegiatan manusia yang hanya menggunakan satu macam kecerdasan, melainkan seluruh kecerdasan. Ia mengembangkan proses pembelajaran dikelas yang memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan ganda anak, dengan harapan dapat digunakan anak diluar kelas dalam mengenali dan memahami realitas kehidupan.
Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan masalah atau menghasilkan sesuatu yang dibuuhkan di dalam latar budaya tertentu. Sebagaimana orang-orang mengatakan bahwa sesuatu adalah bakat, oleh Gardner bakat-bakat atau kategori-kategori tersebut dikatakan sebagai kecerdasan.




DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih, C Asri . 2004. Belajar & Pembelajaran.Yogyakarta : Rineka Cipta.
Burhanuddin, Afid. 2014. Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pembelajaran.
-----Gintings, Abdorrakhman.2007.Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran.Cimahi: Humaniora
Burhanuddin, Afid. 2014. Implementasi Teori Belajar Konstruktivistik dalam Pembelajaran -----https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/31/implementasi-teori-belajar Konstruktivistik-dalam-pembelajaran/ (Kamis, 5 Nopember 2015)
Lapono, nabisi. 2010. Bahan Ajar Cetak Belajara dan Pembelajaran SD 2 SKS. Direktorat -------Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional.
Pranita, Tya. 2015. Teori Konstruktivistik. http://www.kompasiana.com/tyapgsd/teori-------------konstruktivisme_55002f76a33311376f5103d1 (Kamis, 5 Nopember 2015)








Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH ASAS POKOK PENDIDIKAN

pengantar pendidikan (perkiraan masyarakat masa depan/modern